Minggu, 30 Desember 2007

POLIMIOSITIS DERMATIMIOSITIS

POLIMIOSITIS-DERMATOMIOSITIS
Definisi dan Epidemiologi
• Polimiositis (PM) : peradangan dan kelemahan muskuloskeletal proksimal
• Dermatomiositis (DM) : polimiositis + manifestasi kulit (1/3 pasien)
• Pasien terutama berusia 40-an dan 50-an; lebih sering ada perempuan daripada laki-laki
• Insiden karsinoma  (terutama ovarium) pada  10% pasien dengan DM (insiden labih rendah pada PM)
• Dapat dihubungkan dengan CTD (Cutaneus Topikal Disease) lainnya seperti SLE dan skleroderma
• Harus dibedakan dari miopati/miositis lainnya termasuk terinduksi obat, tanpa peradangan, badan inklusi dan infeksius

Manifestasi klinis
• Kelemahan otot : bertahap, progresif, bilateral, dan proksimal disertai nyeri pada daerah yang terkena; ditandai dengan kesulitan menaiki tangga dan bangun dari kursi. Peradangan otot skeletal dan otot polos saluran cerna disertai disfagia dan pengosongan lambung terlambat.
• Ruam eritomatosa kehitaman pada daerah yang terpajan sinar matahari, daerah berbentuk kupu-kupu pada wajah, leher, bahu, kehilangan pigmen.
• Ruam heliotrope (diskolorasi ungu) disekitar kelopak mata atas
• Eritema subungal, telangiektasis kutikular, tanda Gottron (bercak bersisik) disekitar dorsum PIP, MCP, dan siku, tangan mekanik (pecahnya kulit pada distal ujung jari)
• Poliartralgia atau poliartritis, malaise
• Vaskulitis kulit, otot, traktus gastrointestinal dan mata, serta fenomena Raynaud
• Terkenanya viseral
Paru : alveolitis akut, penyakit paru interstisialis kronis, dan kelemahan otot pernafasan
Jantung (33%) : miokarditis, perikarditis dan aritmia

Pemeriksaan diagnostik
• CPK , aldolase, SGOT, dan LDH
• Autoantibodi
Anti-Jo-1 (20-30%), berhubungan dengan polimiositis + pembentukan poliartritis, sindrom Raynaud, ILD
Anti-MI-2  (5-10%), berhubungan dengan dermatomiositis
ANA  (>75%), RF  (<50%) + autoantibodi lainnya bila pasien memiliki CTD lain
• ESR meningkat, anemia karena penyakit kronis
• EMG abnormal : aktivitas  secara spontan dan amplitudo , potensial polifasik dengan kontraksi
• Biopsi otot menunjukkan nekrosis dan peradangan sel disekitar pembuluh darah

Penatalaksanaan
• Steroid dosis-tinggi; imunosuspresan lain (seperti, metotreksat, azatioprin, siklofosfamid)
• Periksa adanya keganasan yang tersembunyi

SINDROM SJORGEN (SINDROM SICCA)
Definisi dan Epidemiologi
• Disfungsi kronis kelenjar eksokrin karena infiltrasi limfoplasmasitik
• Dapat primer atau sekunder (berhubungan dengan RA, skleroderma, SLE, PM, HIV)
• Prevalensi lebih sering pada perempuan daripada laki-laki; biasanya muncul antara usia 40-60 tahun

Manifestasi klinis
• Mata kering  keratokonjungtivitis
• Mulut kering (xerostomia)  kesulitan berbicara dan menelan; karies dentis
• Pembesaran kelenjar parotis
• Manifestasi sistemik : artritis kronis, nefritis interstisialis (40%), tipe RTA tipe 1 (20%); vaskulitis (25%); pleuritis; pankreatitis; gangguan neuropsikiatrik
• Risiko atau gangguan limfoproliteratif  (  50x risiko limfoma dan WM pada sjorgen primer)

Pemeriksaan diagnostik
• Autoantibodi
Hanya sjorgen : anti-Ro  (anti SS-A, 55%) dan anti-La  (anti SS-B, 40%)
ANA  (95%0, RF  (75%)
• Uji Schimer : kertas saring pada fisura palpebra untuk menilai produksi air mata
• Pewarnaan Rose-Bengal : pewarnaan yang menunjukkan devitalisasi epitel kornea/konjungtiva
• Biopsi (kelenjar liur minor, labialis, atau kelenjar parotis); menunjukkan infiltrasi limfoplasmatik

Terapi
• Supportif : air mata buatan, kebersihan mulut, permen karet bebas gula dan tetesan lemon, kebersihan gigi
• Manifestasi sistemik : NSAID, steroid, agen anti-reumatik yang memodifikasi penyakit (seperti, hidroksiklorokuin, azitioprin, metotreksat, siklosporin)